Hal ini sengaja dilakukan guna mewujudkan sebuah 'lokomotif' dalam pembangunan yang pada akhirnya dapat mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat, sehingga mampu mengantisipasi berbagai ' serangan' asing dalam berbagai bentuk.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Letjen (Purn) Kiki Syahnakri pada focus group discussion (FGD) bertema "Indonesia Raya Incorporated, Energi sebagai Alat Strategis Pemersatu Bangsa" yang digelar Hotel Horison Kings Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Senin (23/1/2017).
Acara tersebut dipandu secara langsung oleh dosen ekonomi Universitas Indonesia Sari Wahyuni dan Pemimpin Redaksi Batam Pos Yosh Suchari.
Hadir pada kesempatan tersebut, Ketua Gerakan Ekayastra Unmada AM Putut Prabantoro serta belasan akedimisi dari berbagai Universitas yang ada di Indonesia.
Diantaranya, Munawar Ismail (Universitas Brawijaya, Malang), Agus Trihatmoko (Universitas Surakarta), Benaulus Saragih (Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur), Mudrajat Kuncoro (Universitas Gadjah Mada/UGM Yogyakarta), Werry Darta Taifur (Universitas Andalas), Darsono (UNS), Syamsudin (Universitas Muhammadiyah Surakarta), Winata Wira (Universitas Maritim Haji Raja Ali, Kepulauan Riau), dan Tulus Tambunan (Universitas Trisakti).
Kiki Syahnakri juga mengingatkan Indonesia perlu mewaspadai 'perang' generasi ke empat, yakni perang yang menggunakan instrumen-instrumen sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
"Dulu, penguasaan sebuah negara menggunakan hard power atau menggunakan kekuatan militer. Sekarang, negara-negara adidaya menggunakan soft power melalui instrumen sosila, budaya, ekonomi, dan politik. Negara adidaya masuk Indonesia dengan kulo nuwun," tuturnya.
Dan saat ini, jelasnya, kekuatan asing masuk ke Indonesia, melalui jalur politik dengan cara pembajakan negara.
Dimana mereka mempengaruhi para pembuat Undang-undang atau mengamendemen UUD 1945.
"Akibatnya, konon katanya ada lebih seratusan Undang-undang yang lahir sebagai turunan dari amendemen UUD 1945 yang sangat terpengaruh kepentingan asing,"jelasnya.
Dan saat ini, bagi Indonesia ada dua hal yang sangat mengancam Yakni perang dua kekuatan besar Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, serta Ideologi transnasional.
AS dan Tiongkok sebagai negara hegemonik predatorik, ujar Kiki, memiliki kepentingan yang sangat besar terhadap Indonesia.
Presiden Tiongkok Xi Jin Ping, katanya,mengeluarkan kebijakan Jalur Sutra abad ke-21.
"Kebijakan itu untuk mengamakan pangan dan energi. Caranya dengan memberi bantuan ke banyak negara, seperti ke Indonesia dan Timor Leste,"terangnya.
Selanjutnyam, Tiongkok membangun banyak proyek di luar negeri, namun dengan syarat warga negaranya menjadi pekerja, Kebanyakan warga negara yang bekerja di luar negeri itu tidak kembali ke negara mereka, bahkan telah 'bersosialisasi' dengan warga sekitar hingga akhirnya menikah di negara terkait.
"Sebagai contoh di Timor Leste, Ada salah satu desa yang kepala desanya adalah mantan warga negara Tiongkok. Menurut informasi yang saya dapat, merupakan bagian dari program pemerintah Tiongkok itu," tuturnya.
Menurut Kiki, negara-negara adidaya tidak ingin Indonesia menjadi negara yang kuat dan besar.
Sehingga saat ini, marak terjadinya adu domba antar suku, agama, ras, dan golongan. Dan hal ini merupakan bagian dari hegemoni asing yang ingin membuat Indonesia tidak stabil.
"Bagi Indonesia, situasi seperti itu menjadi ancaman. Nilai-nilai Pancasila luntur, toleransi menipis, dan terorisme mendapatkan angin," katanya.
Namun, menurut Kiki, ancaman-ancaman itu tidak akan berarti apa-apa jika Pancasila, terutama sila ke-5 bisa diwujudkan.
Dalam konteks ini, Indonesia Raya Incorporated (IRI) bisa menjadi lokomotif bagi terwujudnya sila ke-5 Pancasila itu. Kiki pun memuji Gerakan Ekayastra Unmada yang terus mendorong terwujudnya IRI.
"IRI merupakan terobosan dalam rangka mewujudkan sila ke-5. Jika keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat terwujud, hegemoni asing itu bisa ditangkal," tuturnya.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar